PELANTIKAN DAN DISKUSI PUBLIK

Melihat kondisi budaya yang suda mulai Terkikis karena pengaru Zaman Globalisasi saat ini, Maka Himpunan Pelajar Mahasiswa Halamahera Tengah (HIPMA HAL-TENG) JABODETABEK telah merumuskan kegiatan untuk menampilkan budaya dan adat istiadat yang menjandi acuan bagi masyarakat Gamrange. sebagai organisasi daerah suda menjadi keharusan untuk mempublikasikan dan memperhatikan budaya dan adat istiadat yang telah diwariskan oleh para leluhur. karena Coka iba adalah salah satu budaya yang melekat pada  diri masyarakat gamrange, olehnya itu, generasi yang terhimpun diwadah yang besar ini menyadari bahwa budaya dan adat istihadat harus ditingkatkan, agar menjadi bahan pemikiran untuk tetap bertahan samapi ke generasi-generasi yang akan datang.

Coka Iba sebagai bukti historis keberadaan masyarakat adat Gamrange dalam mempertahakan budaya, hukum adat, dan warisan leluhur yang di pertahakan hingga sekarang ini. Coka iba adalah topeng yang digunakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Adat  dan budaya itu telah dirumuskan oleh 3 (tiga) orang bersaudara yaitu Kapita Mobon, Sangaji Patani dan Kapita Lau Weda, ketiga penguasa ini adalah satu garis keturunan yang berasal dari Pulau Halmahera, yang hidupnya mengembara pulau Halmahera untuk menyebarkan agama islam. Pada suatu hari ketiga penguasa ini menggelar rapat untuk membagi wilaya dalam rangka penyebaran agama islam yang bertepatan dengan Hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal.

Perpisahan ketiga bersaudara itu juga berjalan sesuai dengan tujuan dan cita-cita untuk penyebaran agama islam. Walaupun  merasa sedih dan pilu serta tak kuasa menerima ini namun mereka tetap konsisten demi menyiarkan Dinul Islam. Sebelum berpisah masing-masing menyampaikan bobeto-bobeto, dola bololo dan moro-moro, Sangaji Patani sebagai Putera Kedua tertua berkata dalam bahasa daerah Patani Myalame-Myalam Botone Myalam, Olote Mitebe Yamfu Botone Myalam yang artinya bagaimana saya melihat tanjung ngolopopo yang jauh diseberang lautan, siapa yang akan mengantarkan saya kesana, tak ketinggalan Kapita Lau Weda sebagi putera bungsu pun berkata dalam bahasa Tidore, Manuru doe patani, pura Sali jiko weda, sio biji kasiruta, yo ruru talaga weda, artinya harum semerbak bunga melati sumbernya ada diweda, benih-benih yang ada digebe dan patani sudah disemaikan dan tumbuh ditalaga weda. Mendengar moro-moro tersebut, Kapita Mobon berkata dalam bahasa mobon/maba, Kabe Aice Mo Were Te Npoloniga Fdel Mo Were Telama yang artinya kalau demikian kalian ikut arus dari Weda menuju tempat tujuan, mendengar demikian Sangaji Patani dan Kapita Lau Weda terkesima dan termenung sambil menjawab, jou lawang pane posnie mauludga kpolengame insah Allah bulan Maulid yang akan datang kami akan kembali, lantas Sangaji Patani berkata jou suba kabefsilinga fponlomew lama bot pei Maulud na poton (gamsungi), demi Allah jika kalian ingat pada saya, kembali pada kalian dipatani untuk sama-sama kita memperingati hari Maulud Nabi Muhammad SAW.


Akhirnya ketiga penguasa ini bertahan untuk masing-masing menyambut dan merayakan maulud Nabi Muhammad SAW. dimasing-masing wilaya yaitu Kapita Mobon tetap dimobon, Sangaji Patani tetap di Gamsungi dan Kapita Lau Weda tetap diweda.
Ketiga bersaudara ini menyadari akan hakikat dari kelahiran Nabi Muhammmad SAW, sebagai Rahmatanllil`alamin atau rahmat bagi sekalian alam, sehingga jangannkan batu-batuan, hewan, tumbuhan dan manusia, iblis pun merasa gembira maka atas kesepakatan mereka muncul lah cogo ipa menurut Kapita Lau Weda, tai ipa menurut Sangaji Patani dan Ipa ice menurut kapita maba, lalu sultan Tidore menyatukan dengan menggunakan istilah Coka Iba yang artinya dengan falsafah riwayat amal yang dikemas dalam konteks Fagogoru,


Mengawali dan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, dengan pembacaan sarafal`anam pada tanggal 10 rabiul awal dan diakhiri dengan pembacaan riwayat nabi Muhammad SAW, pada tanggal 12 rabiul awal, dengan latar belakang coka iba sebagai bala tentara atau pasukan bertopeng. Adat coka iba ini secara turun temurun sampai saat ini masi tetap digelorakan di seluruh wilayah tiga negeri. Pada  setiap memperingatan Maulud nabi besar Muhammad SAW, yang berjumlah 99 coka iba yang melambangkan Asmaulhusna dan alat pukul yang digunakan adalah 3 (tiga) batang sapu lidi yang diikat menjadi satu. Dari 3 (tiga) sapu lidi itu melambangkan tiga negeri bersaudara, maba sebagai putera sulung, patani sebagai putera ke dua dan weda sebagai putera bungsu, sedangkan jenisnya coka iba itu ada tiga yakni coka iba kayu-kayu milik Kapita Mobon coka iba gome milik Sangaji Patani dan coka iba loyeng milik Kapita Lau Weda. Olehnya itu, Coka Iba adalah tradisi serta pesta ritual adat yang melekat secara turun-temurun terhadap masyarakat adat Gamrange.


Comments

Popular posts from this blog

WAKIL RAKYAT BUKAN MEWAKILI RAKYAT UNTUK MAKAN UANG-NYA

NEOLIBERALISME DAN LINGKUNGAN YANG TERGADAIKAN